Foto: Situasi demo 4 Nov 2016
Jokowi pun merasa heran, mengapa kasus ini dikait-kaitkan padanya. Terhadap hal-hal yang dikaitkan padanya, Jokowi tidak terlalu ambil pusing.
"Yang saya lebih heran, ini kan masalah DKI. Ini urusan DKI. Lah kok urusannya digeser ke Presiden, ke saya? Coba kita pakai kalkulasi nalar saja. Ini ada apa? Lah kalau saya sih senyam-senyum saja," katanya.
Berkaca dari aksi 4 November yang gagal menjatuhkan Jokowi, sang aktor politik kemudian merancang aksi yang lebih sadis! Yaitu aksi rush money.
25 November 2016 dan aksi tarik uang di bank (rush money) dalam jumlah besar berpotensi melengserkan Jokowi dari kursi Presiden RI.
Demo 25 November 2016 dan aksi tarik uang di bank pada hari yang sama akan dilakukan mayoritas umat Islam di Indonesia jika tuntutan mereka tak dipenuhi pemerintah dan polri.
Seruan tarik uang di bank 25 November 2016 sudah digaungkan sejumlah tokoh agama di media sosial (medsos) dan aplikasi WhatsApp. Aksi tarik uang di bank pada hari yang sama diyakini mampu menggoyahkan perekonomian Indonesia. Dan kemudian melengserkan Jokowi.
Target Rush Money 25 November yakni menguras cadangan uang di bank sebesar Rp 100 triliun. Untuk mencapai target tersebut, para pengusaha muslim diminta menarik uangnya di bank dalam jumlah besar. Sedangkan masyarakat menengah ke bawah dianjurkan menarik uangnya di bank Rp 2 juta per orang.
Aksi tarik uang di bank secara besar-besaran ini akan menimbulkan dampak buruk bagi stabilitas ekonomi, sosial, dan politik di Indonesia.
“Rush Money akan menimbulkan tiga aspek, yakni ekonomi, sosial, dan politik. Akan timbul kekacauan dalam sistem perbankan. Bank akan kekurangan uang, sehingga menimbulkan gejolak ekonomi. Bank Indonesia (BI) akan kewalahan dan tidak mungkin mendistribusikan uang dalam jumlah banyak pada waktu bersamaan,” ujar Andy Senin (14/11/16) sebagaimana dikutip dari laman pojoksatu.id
Menurut Andy, gerakan Rush Money akan menimbulkan keresahan di masyarakat karena bank akan kewalahan memenuhi permintaan masyarakat yang begitu tinggi.
“Ini akan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah. Kasus Soeharto bisa terulang. Kasus kerusuhan Mei membuat masyarakat ketakutan. Saya juga mengalami, antre di bank,” imbuh Andy.
Pendapat serupa disampaikan Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie. Jimly menduga demo 25 November 2016 memiliki agenda untuk menjatuhkan Presiden Jokowi.
Dikatakan Jimly, demo 25 November bukan lagi menuntut proses hukum atas kasus penistaan agama yang dituduhkan kepada Gubernur DKI Jakarta nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Aksi itu sudah mengarah ke pemakzulan Presiden Jokowi.
“Saya sebagai Ketua ICMI tidak rela jika umat Islam terjebak dalam adu domba untuk tujuan yang tidak konstitusional,” tegas Jimly.
Bocoran Loyalis Anas Urbaningrum: "Sutradaranya Pak SBY..!"
Mantan kader Partai Demokrat Tridianto meyakini situasi perpolitikan saat ini tidak terjadi begitu saja. Terutama terkait pemilihan Gubernur DKI Jakarta, di mana terjadi penolakan di mana-mana terhadap pasangan calon Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat saat melakukan kampanye turun ke tengah masyarakat.
"Gelar perkara hari ini tampaknya akan membuat Ahok makin tersudut secara hukum. Sementara secara politik elektabilitasnya makin turun. Pastilah ini semua tidak spontan begitu saja, ada skenario yang matang dari lawannya," ujar Tridianto, Selasa (15/11).
Menurut Tri, yang paling diuntungkan dari situasi ini adalah mantan bosnya, Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY.
"Sekarang ini tampak sekali Pak SBY makin di atas angin,"
Dia ini menilai, dengan strategi yang lihai, SBY sukses membuat calon Gubernur DKI Agus Harimurti Yudhoyono terus melaju kencang.
"Merosotnya (elektabilitas) Ahok dinikmati oleh Agus, bukan Anies Baswedan. Saya lihat Anies tidak punya strategi kampanye yang menarik. Tim kampanye Anies kalah kreatif dengan Agus. Siapa dulu sutradara besarnya, ya Pak SBY yang sudah berpengalaman," ujar loyalis mantan Ketum PD Anas Urbaningrum ini.
Menurut Tri, suka atau tidak suka, perkembangan politik akhir-akhir ini sedikit banyak telah mengurangi citra Presiden Joko Widodo.
Bahkan sangat mungkin akan terus terjadi menuju Pemilu 2019 mendatang.
Namun jangan lupakan, sejarah perpolitikan Indonesia mencatat, saat terpilih menjadi Presiden, Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla hanya memiliki meinoritas pendukung. Namun kenyataannya berbalik sekarang, satu per satu koalisi merah putih meninggalkan 'sarangnya' dan bersatu dengan pemerintah. Artinya, tidak mudah menjatuhkan seorang yang brilian seperti Jokowi.
Coba perhatikanlah baik-baik gerakan seekor kodok. Kodok maju ke depan dengan cara melompat. Ya melompat puluhan kali dari ukuran tubuhnya. Satu lompatan kodok, bisa beberapa meter ke depan. Benar-benar jauh, puluhan kali dari ukuran tubuhnya. Lompatan kodok bisa dipercepat tergantung tujuan dari si kodok.
Cara melompat kodok pun penuh dengan ancang-ancang. Kodok melompat tidak sembarangan, tetapi penuh perhitungan. Sebelum melompat, kodok terlihat tenang, setenang batu. Lalu, dalam kesenyapan seekor kodok tiba-tiba melompat menangkap mangsanya tanpa ampun.
Hal yang menarik adalah kodok tidak agresif dalam menyerang lawannya, namun sangat fokus dan penuh perhitungan dalam menekuk mangsanya. Tentu saja jangan mengusik ketenangan si kodok, karena beberapa jenis kodok bisa mengeluarkan senjatanya yang mematikan. Bila dilihat cara berpikir dan cara kerja Jokowi, maka terlihat sekali ada spirit kodok.
Cara berpikir Jokowi, amat jauh ke depan. Ia merancang dan melakukan sesuatu dengan orientasi jauh ke depan. Dalam mengejar impiannya, Jokowi tidak hanya berlari, tetapi melompat.(vr@beritateratas.com)
0 Response to "Ini Rencana Terbaru Untuk Turunkan Jokowi pada 25 November. Sangat Sadis! Rancangan Aktor Politik?"
Posting Komentar