Dilaporkan ke Bareskrim oleh Bara JP, Begini Komentar Pedas Fahri Hamzah...!!


Beritateratas.com - Orasi Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dalam demo 4 November 2016 dipersoalkan. Bara JP (Barisan Relawan Jokowi Presiden) melaporkan Fahri ke Bareskrim Polri.

Dalam orasinya pada Jumat (4/11/2016) siang, Fahri sempat menyinggung mengenai mekanisme seorang Presiden diturunkan dari jabatannya. Dia juga sempat berbicara mengenai parlemen jalanan.

Perwakilan dari Bara JP, Birgaldo Sinaga, mengaku pelaporan yang dilakukannya mengenai dugaan penghasutan untuk makar terhadap pemerintahan yang sah yang dilakukan Fahri Hamzah. Mereka membawa bukti berupa video dan print-out berita mengenai hal itu.

"Fahri Hamzah mengatakan ada dua jalan untuk menurunkam Jokowi yaitu melalui parlemen ruangan dan parlemen jalanan. Sehingga suara-suara demonstran senada dan seirama dengan Fahri Hamzah turunkan Jokowi. Ada upaya dari Fahri Hamzah terhadap ucapan permusuhan terhadap Presiden Jokowi," ucap Birgaldo.

Sesaat ditunggu, perwakilan Bara JP itu belum memasukkan laporan. Seorang perwakilan lainnya, Ferry Manullang mengatakan ada bukti yang sedikit rusak sehingga perlu diambil lagi.

"Tadi bukti ada yang rusak dikit, jadi kami ambil pulang dulu," ucapnya.

Mereka melaporkan Fahri Hamzah dengan tuduhan melanggar Pasal 160 dan Pasal 110 KUHP. Hingga saat ini tim Bara JP masih berada di Bareskrim untuk menyelesaikan proses pelaporannya.

Terkait orasi Fahri ini, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan pihaknya sedang mempelajari pernyataan Fahri ini. Tim tengah melihat lebih jauh apakah ada unsur pidana dalam orasi itu.

"Ya kita akan pelajari apakah itu bisa masuk ke dalam pasal makar kalau masuk ke dalam pasal makar ya kami proses hukum, prinsipnya gitu," ujar Tito (Rabu (8/11/2016) kemarin.

Sedangkan Fahri menyatakan orasi yang dia sampaikan di demo 4 November tak lebih dari mengenai mekanisme umum pemerintahan, salah satunya penurunan Presiden. 


Ia menegaskan persoalan orasinya saat demo bukan soal makar atau melawan, tapi dirinya tengah menjalani fungsi pengawasan. Kalau memang bangsa ini menghendaki anggota DPR yang diam sebaiknya kembali ke sistem otoriter.


"Patut disayangkan, banyak nasehat yang masuk kepada presiden tidak memahami peta konstitusi dan UU pasca amandemen ke-4. Hal ini menyebabkan banyak sekali pernyataan yang sebetulnya sudah tidak relevan," kata Fahri dalam keterangan tertulisnya, Rabu (9/11/2016).

Ia menjelaskan, pertama soal demonstrasi masih digunakan kata ditunggangi dan digerakkan. Padahal menurutnya demonstrasi untuk mendorong kepolisian mengusut pidato kontroversi Ahok soal Al Maidah 51 itu penggeraknya legal dan sah.

"Kedua, terkait makar. Banyak yang belum paham bahwa pasal makar itu sebagian besar sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi sebagai bentuk penyesuaian dengan UUD 1945 yang baru," kata Fahri.

Ia menjelaskan makar dalam terminologi di KUHPidana disebut anslaag. Aanslag itu diartikan sebagai gewelddadige aanval yang dalam bahasa Inggris artinya violent attack atau serangan yang menyebabkan kerusuhan.

"Artinya makar itu hanya terkait dengan fierce attack atau segala serangan yang bersifat kuat. Memang di Bab II KHUPidana sebelum reformasi makar di bahas dari pasal 104 sampai dengan 129. Namun sekarang sudah banyak yang dihapus dan tak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat," beber Fahri.

Yang dimaksud violent attack menurut Fadli antara lain seperti membocorkan rahasia negara, kerjasama dengan tentara asing dalam massa perang. Sementara yang terkait dengan kehormatan dan martabat kepala negara, lanjut dia, sudah berubah menjadi delik aduan.

"Amandemen 1945 memigrasi segala anasir otoriter yang berpotensi mengekang kebebasan befikir dan berekspresi masyarakat. Jadi salah tempat di era demokrasi ini kalo masih ada yang berpikir tentang makar. Presiden naik dan jatuh diatur jalan keluarnya dalam konstitusi, tak ada yang tidak diatur demi tertib sosial," kata Fahri.

Ketiga, kata dia, soal posisi dan tugas legislatif. Menurutnya, tidak ada fungsi pengawasan eksekutif pada legislatif, yang memiliki fungsi pengawasan itu adalah legislatif.
"Fungsi pengawasan ini bisa di kantor DPR ataupun di luar kantor. Dan dalam menjalankan fungsinya tersebut tidak boleh ada yang menghalangi dan atau anggota DPR imun dari tuntutan. Itulah alasan kenapa legislatif diberi hak imunitas oleh UUD 45. Karena akan mengawasi kekuasan yang besar. eksekutif bisa saja tidak rela diawasi lalu menggunakan kekuasaan untuk menjegal dan melawan pengawasan. seharusnya dengan dasar itu anggota dpr harus berani," paparnya.


"Mungkin orang mau merebut pertumbuhan ekonomi besar seperti China dengan sistem tangan besi, silahkan saja tapi saya tidak akan diam. Saya tidak percaya dengan kemajuan ekonomi yang hanya meletakkan manusia dalam mesin produksi," ungkapnya.(vr)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Dilaporkan ke Bareskrim oleh Bara JP, Begini Komentar Pedas Fahri Hamzah...!!"

Posting Komentar