Ketua Setara Institute Hendardi di Gedung Dewan Pertimbangan Presiden, Veteran, Jakarta Pusat, Selasa (28/3/2016)
Beritateratas.com - Mantan anggota tim pencari fakta (TPF) kasus kematian Munir, Hendardi, menilai jumpa pers yang dilakukan presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono, Selasa (25/10/2016), tidak menjawab persoalan.
Sebab, SBY tidak menjelaskan keberadaan dokumen asli hasil kerja TPF Munir.
"Keterangan SBY tidak menjawab ke mana dokumen itu hilang," kata Hendardi sebagaimana dilansir dari Kompas.com di Kantor Setara Institute, Jakarta, Selasa sore.
Padahal, lanjut Hendardi, keberadaan dokumen asli tersebut-lah yang selama ini menjadi pertanyaan publik.
Dokumen asli itu diserahkan oleh tim pencari fakta kepada SBY saat menjabat presiden pada 2005 lalu.
SBY tidak mengumumkan dokumen itu hingga akhir masa jabatannya.
Belakangan, Komisi Informasi Publik mengabulkan gugatan Kontras dan memerintahkan pemerintah untuk mengumumkan dokumen itu.
Namun setelah dicek, dokumen tidak ada di Sekretariat Negara.
"Pertanyaan publik itu kan bermuara dari keputusan KIP tersebut," ucap Hendardi.
Langkah SBY yang akan menyerahkan salinan dokumen ke Jokowi, juga dinilai tidak menjadi solusi. Apalagi, SBY mendapatkan salinan dokumen itu dari mantan Ketua TPF Marsudhi Hanafi.
"Kalau cuma salinan itu ilegal," ucap Hendardi.
Dokumen TPF Munir di tangan SBY dan tidak diserahkan lewat Mensetneg. Anehnya Mensetneg yang menjawab dan mengakui hilang.
"Naskah laporan asli sedang ditelusuri keberadaannya," ujar Sudi dalam jumpa pers di Cikeas, Jawa Barat, Selasa (25/10/2016).
Sementara SBY pastikan sangat serius menangani kasus Munir tapi dokumennya hilang.
“Saya pastikan bahwa yang kami lakukan dulu adalah langkah tindakan yang juga serius, yang sungguh-sungguh. Utamanya dalam konteks penegakkan hukum, tentu yang kami lakukan dulu adalah sesuai dengan batas-batas kewenangan seorang pejabat eksekutif, termasuk kewenangan yang dimiliki oleh para penyelidik, penyidik dan penuntut dalam arti kewenangan dalam penyelidikan, penyidikan dan penuntutan,” jelas SBY.
Padahal orang yang menghilangkan dokumen diatur dalam , UU No 14 tahun 2008 pasal 53 berbunyi:
Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusak, dan/atau menghilangkan dokumen Informasi Publik dalam bentuk media apa pun yang dilindungi negara dan/atau yang berkaitan dengan kepentingan umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Jadi, bagaimana menurut anda?(vr@beritateratas.com)
0 Response to "Tambah Panas, Hendardi Blak-blakan Bongkar Kebohongan SBY Soal Dokumen TPF Munir"
Posting Komentar