Beritateratas.com - Bareskrim Polri mengungkapkan bahwa pengikut Dimas Kanjeng Taat Pribadi ternyata bukan orang-orang sembarangan. Pria pemilik padepokan penggandaan uang di Probolinggo, Jawa Timur itu bahkan punya pengikut orang-orang terpelajar.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Agus Andrianto mengungkapkan, orang yang menyetor uang kepada Dimas Kanjeng terdiri dari berbagai latar belakang. Mayoritas dari mereka bahkan terpelajar dan memiliki pendapatan cukup.
"Saya juga kurang tahu kenapa yang direkrut bukan orang-orang bodoh tapi orang-orang terpelajar juga yang bisa dipengaruhi," kata dia di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (28/9).
Selain orang terpelajar, kata Agus, bahkan pengikut Dimas Kanjeng ada dari unsur pensiunan TNI dan Polri. Namun, Agus memilih merahasiakan identitas pengikut Dimas Kanjeng yang berlatar belakang TNI dan Polri.
"Saya enggak berani bilang. Cuma ada seorang pensiunan Kopassus pangkatnya kolonel masih bisa terpengaruh. Secara logika kehidupannya layak. Dia dapat pekerjaan pasca dia luka dan dinas. Dia pernah kerja di tempat Pak Prabowo (Prabowo Subianto, red) dan itu gajinya lumayan. Tapi dia juga ikut di situ (Dimas Kanjeng)," terang Agus.
Bukan saja pengikutnya, bahkan ketua Yayasan Dimas Kanjeng yaitu Marwah Daud Ibrahim adalah jubir timses Prabowo-Hatta.
Marwah Daud mengamini dirinya merupakan santri dari Dimas Kanjeng Taat Pribadi. Sejak 2011 dia sudah bergabung dengan Dimas Kanjeng, dan kini menjadi Ketua Yayasan.
Marwah menuturkan, sebelum bergabung dengan Dimas Kanjeng, dia mempelajari dahulu mengenai sepak terjang padepokan itu. Demikian juga, Marwah berdoa memohon petunjuk.
“Saya pelajari 1 tahun, saya juga istikharah,” jelas Marwah, Selasa (27/9/2016).
Bagi Marwah, bukan keputusan mudah akhirnya bergabung dengan Dimas Kanjeng yang kini disangka kasus pembunuhan dua santrinya.
“Saya rasional sekali, saya pertaruhkan nama besar organisasi ada ICMI, MUI, saya di kerukunan Warga Sulsel, asosiasi penerima beasiswa Habibie, saya juga lulusan Amerika. Kemudian keluarga saya, anak saya. Yang saya takut kalau saya meninggal kemudian bagaimana. Jadi saya pelajari benar,” urai dia.
Tidak heran jika Mahfud MD pun pernah menginjak padepokan Dimas Kanjeng.
Mantan Ketua MK Mahfud MD yang pernah mampir ke padepokan Dimas Kanjeng berbagi cerita.
“Pada tahun 2014, dalam satu perjalanan, saya mampir kesana, saya endak kenal juga sebelumnya, mampir, pengumpulan massa gitu ya untuk pemilu,” kata Mahfud saat berbincang dengan detikcom, Selasa (27/9/2017).
“Mampir, saya diajak oleh Bu Marwah Daud Ibrahim, dia sudah kenal lama katanya,” sambung Mahfud yang kala itu sebagai Ketua Tim Pemenangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Mahfud menuturkan, dia dan rombongan awalnya tak ada rencana atau agenda ingin menyambangi padepokan tersebut. Rombongan sejatinya hendak bertolak menuju Pasuruan.
“Waktu itu saya mau ke Pasuruan, kan rombongan beberapa mobil, ramai, sama Bu Marwah itu, ‘mampir kesitu ada pengajian’, apa sih saya bilang,” ujarnya.
Mahfud dan rombongan akhirnya mampir ke padepokan tersebut. Dimas Kanjeng mengumpulkan lebih dari 10 ribu massa saat itu.
Dalam pidatonya Dimas Kanjeng kala itu, Dimas memperkenalkan Mahfud di hadapan massa sebagai santrinya.
“Ini Pak Mahfud ini santri saya, katanya. Saya ndak suka, saya baru kenal kok dibilang santrinya, abis itu saya endak pernah kontak lagi,” tuturnya.
“Tiba-tiba dia ngomong di publik ini santri saya, hehehe kayak stress gitu, saya anggap agak sinting gitu, sehingga saya dikontak-kontak lagi enggak pernah datang, tiba tiba ada berita dia ditangkap polisi penggandaan uang ya,” sambungnya.
Mahfud menceritakan, di rumah Dimas Kanjeng banyak terdapat foto-foto pejabat yang juga diklaim sebagai santri Dimas. Suasana pesantren juga tak terlihat di komplek padepokan tersebut.
“Kalau pesantren kan ada kayak pakaian-pakaian orang santri, di situ endak ada, kayak padepokan perguruan silat gitu lah, tapi saya sekali aja kesitu,” ujarnya.
Kejanggalan lain yang dilihat Mahfud, sosok Dimas Kanjeng yang disebut sebagai Kiai tapi tidak mencerminkan seorang Kiai. Sebab, kata Mahfud, Dimas tidak fasih membaca salam, salawat, dan doa-doa.
“Kiai yang benar kan saya kenal semua secara pribadi dari ujung timur (Jawa) sampai ujung barat (Jawa), ini kok ada katanya kiai besar tapi saya enggak kenal, enggak pernah dikenal dalam khazanah pesantren,” ucapnya.(*)
Penulis: Dian Ariyani
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Agus Andrianto mengungkapkan, orang yang menyetor uang kepada Dimas Kanjeng terdiri dari berbagai latar belakang. Mayoritas dari mereka bahkan terpelajar dan memiliki pendapatan cukup.
"Saya juga kurang tahu kenapa yang direkrut bukan orang-orang bodoh tapi orang-orang terpelajar juga yang bisa dipengaruhi," kata dia di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (28/9).
Selain orang terpelajar, kata Agus, bahkan pengikut Dimas Kanjeng ada dari unsur pensiunan TNI dan Polri. Namun, Agus memilih merahasiakan identitas pengikut Dimas Kanjeng yang berlatar belakang TNI dan Polri.
"Saya enggak berani bilang. Cuma ada seorang pensiunan Kopassus pangkatnya kolonel masih bisa terpengaruh. Secara logika kehidupannya layak. Dia dapat pekerjaan pasca dia luka dan dinas. Dia pernah kerja di tempat Pak Prabowo (Prabowo Subianto, red) dan itu gajinya lumayan. Tapi dia juga ikut di situ (Dimas Kanjeng)," terang Agus.
Bukan saja pengikutnya, bahkan ketua Yayasan Dimas Kanjeng yaitu Marwah Daud Ibrahim adalah jubir timses Prabowo-Hatta.
Marwah Daud mengamini dirinya merupakan santri dari Dimas Kanjeng Taat Pribadi. Sejak 2011 dia sudah bergabung dengan Dimas Kanjeng, dan kini menjadi Ketua Yayasan.
Marwah menuturkan, sebelum bergabung dengan Dimas Kanjeng, dia mempelajari dahulu mengenai sepak terjang padepokan itu. Demikian juga, Marwah berdoa memohon petunjuk.
“Saya pelajari 1 tahun, saya juga istikharah,” jelas Marwah, Selasa (27/9/2016).
Bagi Marwah, bukan keputusan mudah akhirnya bergabung dengan Dimas Kanjeng yang kini disangka kasus pembunuhan dua santrinya.
“Saya rasional sekali, saya pertaruhkan nama besar organisasi ada ICMI, MUI, saya di kerukunan Warga Sulsel, asosiasi penerima beasiswa Habibie, saya juga lulusan Amerika. Kemudian keluarga saya, anak saya. Yang saya takut kalau saya meninggal kemudian bagaimana. Jadi saya pelajari benar,” urai dia.
Tidak heran jika Mahfud MD pun pernah menginjak padepokan Dimas Kanjeng.
Mantan Ketua MK Mahfud MD yang pernah mampir ke padepokan Dimas Kanjeng berbagi cerita.
“Pada tahun 2014, dalam satu perjalanan, saya mampir kesana, saya endak kenal juga sebelumnya, mampir, pengumpulan massa gitu ya untuk pemilu,” kata Mahfud saat berbincang dengan detikcom, Selasa (27/9/2017).
“Mampir, saya diajak oleh Bu Marwah Daud Ibrahim, dia sudah kenal lama katanya,” sambung Mahfud yang kala itu sebagai Ketua Tim Pemenangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Mahfud menuturkan, dia dan rombongan awalnya tak ada rencana atau agenda ingin menyambangi padepokan tersebut. Rombongan sejatinya hendak bertolak menuju Pasuruan.
“Waktu itu saya mau ke Pasuruan, kan rombongan beberapa mobil, ramai, sama Bu Marwah itu, ‘mampir kesitu ada pengajian’, apa sih saya bilang,” ujarnya.
Mahfud dan rombongan akhirnya mampir ke padepokan tersebut. Dimas Kanjeng mengumpulkan lebih dari 10 ribu massa saat itu.
Dalam pidatonya Dimas Kanjeng kala itu, Dimas memperkenalkan Mahfud di hadapan massa sebagai santrinya.
“Ini Pak Mahfud ini santri saya, katanya. Saya ndak suka, saya baru kenal kok dibilang santrinya, abis itu saya endak pernah kontak lagi,” tuturnya.
“Tiba-tiba dia ngomong di publik ini santri saya, hehehe kayak stress gitu, saya anggap agak sinting gitu, sehingga saya dikontak-kontak lagi enggak pernah datang, tiba tiba ada berita dia ditangkap polisi penggandaan uang ya,” sambungnya.
Mahfud menceritakan, di rumah Dimas Kanjeng banyak terdapat foto-foto pejabat yang juga diklaim sebagai santri Dimas. Suasana pesantren juga tak terlihat di komplek padepokan tersebut.
“Kalau pesantren kan ada kayak pakaian-pakaian orang santri, di situ endak ada, kayak padepokan perguruan silat gitu lah, tapi saya sekali aja kesitu,” ujarnya.
Kejanggalan lain yang dilihat Mahfud, sosok Dimas Kanjeng yang disebut sebagai Kiai tapi tidak mencerminkan seorang Kiai. Sebab, kata Mahfud, Dimas tidak fasih membaca salam, salawat, dan doa-doa.
“Kiai yang benar kan saya kenal semua secara pribadi dari ujung timur (Jawa) sampai ujung barat (Jawa), ini kok ada katanya kiai besar tapi saya enggak kenal, enggak pernah dikenal dalam khazanah pesantren,” ucapnya.(*)
Penulis: Dian Ariyani
0 Response to "Fakta Tak Terbantahkan...!! Marwah Daud, Ketua Yayasan Dimas Kanjeng adalah Jubir Timses Prabowo-Hatta"
Posting Komentar