Beritateratas.com - Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat memastikan bahwa Ilyas Karim (88), salah satu korban penggusuran Rawajati, Pancoran, Jakarta Selatan, bukan pengibar bendera di proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 seperti ramai diperbincangkan.
Berdasarkan surat resmi yang dikeluarkan Mabes TNI beberapa waktu lalu untuk menanggapi ramainya pemberitaan tentang Illyas karim menyatakan, bahwa sesuai dengan sejarah, pengibar bendera di hari kemerdekaan adalah Chudancho Latif Hendradiningrat dan Suhus Martokusumo.
"Jadi jangan dong penggusuran dimanfaatkan untuk membelokan sejarah. Bagaimana pun Pak Latif dan Suhud kan punya keturunan," ujar Djarot di Balai Kota Jakarta, Selasa (6/09/2016).
Bahkan, sambung Djarot, saat dirinya masih menjabat sebagai Wali Kota Blitar, Chudancho Latif sebelum tutup usia pernah bercerita kepadanya bahwa pernah ada orang yang mengaku-ngaku sebagai Supriyadi, sebagai pahlawan nasional.
"Padahal dia kan sudah menghilang, makanya waktu itu geger lah," ujar Djarot.
Menurutnya, apa yang terjadi pada pengusuran warga di kawasan Rawajati dengan munculnya sosok kakek berusia 88 tahun bernama Illyaskarim sama halnya dengan kemunculan Andaryoko Wisnu Prabu yang mengaku sebagai Supriyadi di tahun 2008 silam.
"Malah saya dengar dia (Illyaskarim) pernah dapat apartemend dan dijual. Nah maunya apa?," ungkap Djarot.
Beberapa waktu lalu, Rawajati dibongkar oleh Satpol PP banyak nyinyiran kepada Ahok karena ada salah satu warga seorang bapak tua bernama “Ilyas Karim” dan dengan serempak para haters Ahok sebarkan foto-fotonya dengan meme yang seakan-akan Ahok tidak hormati bapak itu karena bapak itu adalah salah satu pengerek bendera, dan yang lebih mengenaskan lagi adalah salah seorang kader PKS di media sosial Jonru Ginting memanfaatkan situasi ini untuk melancarkan kampanye rasisnya kepada Ahok. dan ini cara mereka memanfaatkan situasi sebagai ladang kampanye gelapnya untuk serang Ahok.
Catatan Denny Siregar buat den Bagus Jonru:
Sempat saya trenyuh melihat foto seorang veteran tua, bernama pak Ilyas Karim, duduk lemas di samping tembok.
Rumahnya di Rawajati Pancoran, dibongkar Ahok karena dibangun diatas lahan hijau. Dan seperti biasa, banyak teman-teman saya yang ikut larut dengan kesedihan sang veteran dengan pekikan-pekikan di status mereka, “Ahok zolim..!” “Ahok menggusur pribumi!” dan mereka seakan-akan duduk bersama veteran tua itu, ikut nelangsa bersama.
Entah kenapa tidak ada pekikan dari Fadli Zon, yang suka aktif bersuara. Saya tahu kenapa… karena FZ juga yang pada tahun 2011 membongkar kebohongan pak Ilyas Karim bahwa beliau bukanlah pengibar bendera pusaka pada awal kemerdekaan.
Dalam buku yang diterbitkan pusat sejarah ABRI disebutkan, lelaki bercelana pendek itu adalah Suhud Marto Kusumo.
Irawan Suhud, putra kelima Suhud, Rabu (24/8/2011), menyampaikan bahwa keluarga besarnya tersinggung karena peran sang ayah diklaim oleh Ilyas Karim.
Dihadiahi apartemen
Pada 2011, Ilyas menerima hadiah unit apartemen di Kalibata City dari pengembang Kalibata City, PT Pradani Sukses Abadi. Upacara simbolis serah terima kepada Ilyas dilakukan bertepatan pada peringatan HUT Ke-66 Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 2011. Penyerahan dilakukan oleh Wakil Gubernur DKI yang ketika itu dijabat Prijanto dan CEO Kalibata City ketika itu, Budi Yanto Lusli.
Ketika itu, Budi Yanto Lusli menuturkan, pemilihan Ilyas Karim sebagai penerima satu unit apartemen dilakukan lantaran hanya Ilyas-lah saksi hidup pengibar bendera Merah Putih pada tanggal 17 Agustus 1945 yang kini masih ada.
Hari ini, Ilyas mengaku kembali ke rumahnya di pinggir rel Rawajati karena unit apartemen itu hanya dipinjamkan kepadanya. Ketika itu, rumah Ilyas kebakaran sehingga ia dipinjami unit apartemen itu selama tiga bulan.
“Ilyas Karim tidak pernah tercatat dalam sejarah kemerdekaan, saya tidak tahu siapa dia..” Kata FZ lagi. “Tapi setidaknya jangan mengaku-ngaku, karena pengibar bendera pusaka itu bernama Suhud, anggota barisan Pelopor”.
Itu FZ berbicara pada tahun 2011 lalu di Kompas online, tapi entah sekarang ketika ia punya kepentingan untuk selalu kontra dengan Ahok. Makanya ia lebih baik diam daripada menjilat ludah orang lain.
Okelah, kita sudah tahu bahwa ternyata sejarah tidak pernah mencatat bapak Ilyas Karim sebagai pengerek bendera pusaka. Tapi kan dia sudah tua? Trus masak mau ditelantarkan begitu saja?
Seharusnya dalam kondisi apapun, salah itu tetap salah. Mendirikan bangunan diatas lahan hijau adalah salah, karena lahan hijau itu diperuntukkan untuk publik bukan untuk pribadi, itu egois namanya.
Meski begitu, Ahok tetap menyediakan Rusun Marunda sebagai pengganti. “Saya siap membayar sewanya..” Kata Ahok yang memang sering membayar sewa Rusun dari orang-orang tua yang tidak mampu. Kenapa sih harus sewa, gak digratiskan aja? Ya, namanya peraturan harus ditegakkan dong. Yang lain sewa, masak yang satu gratis… Entar iri-irian.
Nah, kalau sudah win-win solution begitu, lalu kenapa ribut?
Ya biasa… Kepentingan menjelang Pilkada. Dan media senang mengangkat seseorang yang terzolimi, si terzolimi senang bermain playing victim, si pembenci koar-koar “lawan si non pribumi yang menggusur pribumi”, si Cagub yang gak ada yang memilih melampiaskan sakit hati dan buanyaaaakk lagii.
Sampai tumpah saya menuangkan air ke cangkir kopi, saking asiknya baca tentang pak ilyas karim. Padahal saya dah dibilangin teman, “tekonya dituang den.. dituang.. jangan dikerek..”
Bila Ilyas Karim mampu membohongi bangsa Indonesia bahwa dialah pengibar bendera merah putih, tentu saja Ilyas Karim juga mampu membohongi seorang Jonru bahwa apartemen tersebut hanya dipinjami.
Salut buat pak Wagub Djarot. Bagaimana menurut anda?
(Editor: Dian Ariyani/ARN/Rimanews)
0 Response to "Peringatan Keras Wagub Djarot: Ilyas Karim dan Jonru Jangan Manfaatkan Penggusuran!!"
Posting Komentar