Pujian Komisi IV DPR: DUA TAHUN JOKOWI-JK: Selamat Tinggal Impor Beras...!!

Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Menteri BUMN Rini Soemarno (kiri) di Gudang Nomor 28 di Bulog Divre Kelapa Gading, Jakarta.

Beritateratas.com - Komisi IV DPR --melalui dua wakil ketua-- meluncurkan sejumlah catatan penting untuk sektor pertanian saat Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) pada 20 Oktober tahun ini genap berusia dua tahun dari lima tahun masa pemerintahan mereka.

Herman Khaeron dari Partai Demokrat dan Daniel Johan dari Partai Kebangkitan Bangsa menggaris bawahi dua hal pokok dalam kinerja sektor pertanian yang dipimpin oleh Andi Amran Sulaeman. Pertama, di sektor tanaman pangan seperti beras dan jagung. "Saya ini paling keras kritik pertanian. Tapi kali ini...." Herman terdiam di seberang telepon.


"Ya....Kinerja budidaya tanaman pangan harus kita akui, sangat positif,"'katanya kemudian, atau,"On the track," ujar Daniel.


Herman merujuk kepada fakta, sepanjang tahun ini, misalnya, Indonesia mampu memenuhi kebutuhan berasnya tanpa impor, yang merujuk pada tidak adanya surat izin impor beras. "Impor awal tahun ini, adalah realisasi 'kuota' impor tahun lalu yang mencapai 1,5 juta ton yang baru terealisasi sekitar 0,8 juta ton."


Hal itu menjawab pernyataan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita usai rapat koordinasi di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (18/10). “Ngapain lagi impor, barang banyak. Orang yang impor saja tidak ada yang mau, gimana? Sampai sekarang nggak ada permintaan impor. Beras oke, cabai aman, bawang bagus."

Pada 2015, mengacu pada angka tetap (atap) yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS), produksi padi mencapai 75,55 juta ton gabah kering giling (GKG). Kenaikan produksi karena naiknya luas panen seluas 0,51 juta hektare (3,71%) dan kenaikan produktivitas 1,45 kuintal/ha (2,82%). Di Pulau Jawa naik 1,83 juta ton dan di luar Jawa 2,88 juta ton.

Angka produksi padi itu bukan saja lebih tinggi dari target dalam Rencana Strategis 2015-2019 yang tertulis 73,40 juta ton GKG untuk 2015. Juga menjadi rekor produksi padi atau tertinggi dalam 10 tahun terakhir.


Data capaian produksi 2010-2014 jauh di bawah capaian itu sehingga kinerja itu pun mengundang apresiasi.


"Pemerintah saat ini sangat fokus dan melakukan program intensifikasi dengan baik. Tentu, juga karena anggaran pertanian tahun ini juga naik,” ujar Herman, yang juga diakui Daniel.


Tentu, apresiasi itu pun merujuk pada kinerja produksi beras 2016 yang hingga Angka Ramalan II 2016 --yang dirilis BPS-- tercatat 79 juta ton.


Hal senada juga dilontarkan Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarto Tohir yang mengapresiasi Angka Tetap produksi pangan 2015.


Termasuk dalam mewujudkan komitmen menghindari impor bawang dan cabai untuk memasok kebutuhan di dalam negeri."Bahkan, impor jagung turun hingga 60%," ujar Herman.


Jika merujuk data impor jagung Januari-Mei 2016, yang sudah turun 47,5% dibandingkan dengan periode yang sama 2015 dan menghemat devisa sekitar Rp2,7 triliun, berapa total penghematan devisa dari angka 60%?


Capaian itu dipicu oleh kinerja subsektor jagung. Winarno --mengacu kepada data BPS-- mengatakan produksi jagung 2015 naik menjadi 19,61 juta ton. "ini mengindikasikan kemampuan memenuhi pasokan industri pakan ternak semakin bagus."


Begitu juga impor bawang dan cabai."Bukan hanya beras yang oke, cabai aman, bawang pun bagus," ujar Mendag.


Tak terkecuali dengan nilai tukar petani. NTP nasional September 2016 sebesar 102,02 atau naik 0,45% dibanding NTP bulan sebelumnya. Kenaikan NTP dikarenakan Indeks Harga yang Diterima Petani (It) naik sebesar 0,73%, lebih besar dari kenaikan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) sebesar 0,28%.


Di sisi lain indeks Ketahanan Pangan global atau Global Food Security Index (GFSI) 2016, posisi Indonesia meningkat dari peringkat ke 74 menjadi ke 71 dari 113 negara.


Namun, dan yang menjadi catatan kedua dari para wakil rakyat itu --Herman Khaeron dan Daniel Johan-- perlu menuntaskan sejumlah pekerjaan rumah. Yakni menjaga stabilitas harga dan pasokkan pangan.


Aspek transportasi harus mendapat perhatian. "Negeri ini Kepulauan. Kalau terjadi ombak tinggi di laut, kapal tidak bisa berlayar, pasok pangan ke daerah konsumen lain yang bukan sentra produksi, terancam dan harga bakal bergejolak," ujar Herman.


Karena itu, insentif ke sektor transportasi khususnya untuk pangan, perlu dipikirkan. Atau meminjam ide Daniel Johan, pemerintah sebaiknya membangun BUMDes saja. Dengan Badan usaha milik desa di setiap desa itu, bisa didorong untuk kemandirian pangan dan ekonomi di pedesaan. Badan usaha ini pun akan memudahkan Bulog dalam penyerapan beras.


Tentu, yang tidak kalah penting, selain terus melakukan intensifikasi, adalah peningkatan gerakan diversifikasi pangan. Ini untuk mengurangi ketergantungan a.l pada beras.



Selain masalah pangan, Pemerintah juga berencana merilis regulasi yang menyeragamkan harga bahan bakar minyak  di seluruh Indonesia minggu depan, kata Menteri Energi dan Sumber  Daya Mineral, Ignasius Jonan, hari ini kepada Reuters. 

Jonan mengatakan peraturan yang direncanakan akan berlaku mulai Januari tahun depan ini juga akan mengatur margin penjualan bahan bakar minyak jenis premium dan solar. 

"Jadi mulai tanggal 1 Januari harga BBM dari Sabang, Aceh sampai Merauke, Papua Barat akan sama. Ini penting untuk keadilan sosial," tegas Jonan. Kendati demikian, Jonan mengakui bahwa pelaksanaan aturan tersebut akan sulit terutama yang berhubungan dengan pengawasan. 

Aturan ini juga mengikuti arahan dari Presiden Joko Widodo minggu lalu sewaktu berkunjung ke Wamena, Papua yang mengumumkan kebijakan satu harga bahan bakar minyak di seluruh Indonesia, termasuk untuk Provinsi Papua dan Papua Barat yang disinyalir dijual sangat mahal. 

Sebagai perbandingan harga BBM premium dijual di Pulau Jawa seharga Rp 6.550 per liter, namun di Papua dijual hingga Rp 100 ribu per liter selama bertahun-tahun. (vr)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pujian Komisi IV DPR: DUA TAHUN JOKOWI-JK: Selamat Tinggal Impor Beras...!!"

Posting Komentar